Cinta ABG

Cinta Tak Pernah Menyerah
Saya sedang iseng. Iseng menonton video klip sebuah lagu soundtrack film ABG, My MVP Valentine. Well, dari judulnya sudah tahu betapa ABG-nya lagu dan film itu. Masa-masa yang sudah lewat.. saya pikir. Masa ABG penuh dengan cinta monyet yang konyol. Tapi entah mengapa Saya menontonnya, dan memutarnya lagi dan lagi. [Ups..don' t tell me it's because I am feeling blue..]

Tiba-tiba saya melihat seperti sepercik keindahan yang dimiliki masa lalu, tapi hilang setelah kita menjadi dewasa. Anak ABG penuh dengan gejolak dan gelora. Banyak salahnya, kata kita setelah kita menjadi dewasa. Mungkin betul. Tapi juga mungkin tidak semuanya salah dan jelek. Saya melihat sekelebatan dari film itu, cewek yang setia menunggu cowoknya walaupun ditinggalkan. Cowok yang mencintai seorang cewek dengan tulus walaupun tahu tak bisa bersama. [Ok..ok..I know it's only a movie..I know..]

But, please tell me..tell me your past. Siapa yang rela nungguin pujaan hati di bus stop di tengah hujan deras, walau bisnya sudah lewat? Siapa yang rela nabung uang jajan berbulan-bulan demi membelikan kado buat pacarnya? Siapa yang rela jemput naik turun bis-mikrolet untuk seseorang? Siapa yang rela bikinin semua PR dan nyatetin ringkasan pelajaran demi pacarnya? Siapa yang rela menunggu bertahun-tahun walau yang dicintai jauh di negeri seberang? Jawabnya:
Anak ABG.
Then tell me now. Siapa yang berantem gara-gara suami kesal menunggu istri yang shopping kelamaan? Siapa yang bertengkar gara-gara perbedaan definisi "Saving"? Yang satu berpendapat yang namanya saving, yaitu uang yang disimpan di bawah kasur, yang satu berpendapat saving itu seperti yang diumumkan shopping mall, shopping dan save 50% karena ada sale. Siapa yang bertengkar soal pembagian tugas rumah tangga, soal siapa yang ngambil raport anak, dll? Jawabnya: Orang dewasa.

Tiba-tiba saya merasa seperti Peter Pan - yang tidak ingin kehilangan masa kanak-kanaknya di dunia antah berantah, negeri di mana orang tidak akan menjadi dewasa. [Oh, come on Henry! You've grown up now? Don't think like kids!]

Saya juga jadi teringat akan kisah cinta yang lain. Saya teringat masa ABG juga dengan cinta yang membara untuk Tuhan. Ribuan orang berkumpul dalam sebuah retreat pelajar se-Jawa Barat. Ribuan ABG mendedikasikan hidup bagi Kristus, bersiap pergi sekalipun harus diutus ke Afrika sekalipun, rela menyerahkan segala-galanya bagi Dia.

Siapa yang dengan sukacita lembur malam-malam untuk mendekor gereja buat perayaan Natal? Siapa yang tetap rajin ke gereja, walau jelas-jelas pendetanya tidak pernah menyapanya atau bahkan
mengenalnya? Siapa yang tetap bertahan dalam pelayanan walaupun setiap kali ke gereja dimarahi habis-habisan oleh orang tua? Siapa yang tiap malam-pagi menghafal ayat Alkitab dengan semangat? Siapa yang menyisihkan 50% uang jajannya untuk penginjilan? Jawabnya: Anak ABG.

Siapa yang bertengkar dalam rapat majelis gara-gara soal sebuah generator diesel? Siapa yang tidak mau lagi ke gereja, karena pendetanya lupa tersenyum dalam satu kebaktian? Siapa yang malas kegereja karena hujan gerimis? Siapa yang hitung-hitungan dengan Tuhan tentang uang, waktu, dll? Siapa yang menyisihkan 0,5% gajinya untuk penginjilan? Jawabnya: Orang dewasa.

[Oh come on ! Lain, dong..anak ABG belum mengenal realitas hidup. Orang dewasa dituntut untuk berpikir logis, rasional, dan bertanggung jawab? Mencari uang, misalnya adalah tanggung jawab orang dewasa?]

Well, may be it's true. I don't have an exact answer. Saya cuma punya secercah harap. Beberapa saat yang lalu, saya berjumpa dengan Ed Silvoso yang membagikan pengalamannya. Beliau adalah pelopor kebangunan rohani di Argentina yang bukan hanya mengguncangkan gereja, tetapi bahkan komunitas dan seluruh negerinya. Dia adalah pahlawan Allah yang membawa transformasi sosial, politik, rohani, emosi bagi seluruh negeri Argentina. Namun yang dia bagikan saat itu adalah
tentang komitmennya untuk membuatkan sarapan pagi bagi istrinya setiap pagi. Setiap pagi? Ya, setiap pagi.

Huh..!?

Sound like cinta ABG? Well, but it's true. Mungkin memang seharusnya pijar-pijar cinta ABG tidak pernah mati, walaupun kita menjadi dewasa. Kita menjadi dewasa dalam pemikiran, menjadi bijaksana dalam pertimbangan, tapi mengapa mesti kehilangan passion-nya anak ABG? Bayangkan jikalau pijar-pijar itu tetap membara. Jika passion itu mewarnai hidup kita, dalam pernikahan, dalam hubungan kita dengan Bapa dan dengan sesama. Ya, seharusnya cinta tak pernah menyerah. Usia, tuntutan kerja, dunia orang dewasa tidak perlu memadamkan cinta. Cinta tak pernah menyerah. Biarkan cinta kita tetap membara bagi Kristus, walau di tengah tuntutan tanggung jawab sebagai orang dewasa. Biarkan cinta kita tetap membara bagi kekasih kita, walau tangan dan wajahnya sudah keriput dan tidak lagi seperti saat kita pertama "deg-deg-an". Biarkan pijar-pijar itu tetap hidup.

Oleh: Henry Sujaya Lie

Komentar

Postingan populer dari blog ini

ADAT PERKAWINAN MASYARAKAT LAMAHOLOT

END OF THE SPEAR